Istilah Padat Karya Tunai di Desa atau cash to work belakangan
kembali ramai diperbincangkan. Ini setelah Presiden Joko Widodo
menginstruksikan agar pemanfaatan Dana Desa ikut dirasakan oleh penduduk miskin
dan pengangguran di desa. Sebelumnya istilah program padat karya dikenal pada
era orde baru dimana banyak program pembangunan yang melibatkan banyak tenaga
kerja. Kemudian pada era reformasi, istilah ini seolah dilupakan. Dan saat ini,
istilah padat karya kembali mengemuka dengan tambahan istilah padat karya tunai
atau cash to work.
Bagaimana program ini lahir di Era Jokowi ?
Istilah ini mulai ramai diperbincangkan akhir
2017 lalu. Konon dari cerita yang penulis peroleh, program ini lahir karena
Presiden Jokowi marah.
Apa yang membuat presiden marah? Konon saat
berkunjung ke sebuah desa, presiden mendapatkan informasi bahwa proyek
pembangunan yang ditinjau dikerjakan oleh pihak ketiga. Bukan dikerjakan secara
swakelola. Keuntungan dikerjakan swakelola adalah uang berputar di desa,
dimanfaatkan oleh warga desa yang ikut bekerja. Hal ini berkebalikan dengan
proyek yang dipihak ketigakan dimana rata-rata penduduk desa hanya sebagai
penonton. Melihat alasan itu, Presiden Jokowi menegaskan agar diadakan program
padat karya di desa atau cash to work.
Pengertian Padat Karya Tunai
Lalu apa itu Program Padat Karya Tunai?
Program padat karya merupakan
kegiatan pemberdayaan masyarakat marginal/miskin yang bersifat produktif
berdasarkan : pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja,
dan teknologi lokal dalam rangka mengurangi kemiskinan, meningkatkan
pendapatan dan menurunkan angka stunting.
Nantinya program ini akan wajib dilaksanakan oleh semua
desa di Indonesia. Proyek pembangunan di desa wajib melibatkan warga miskin
untuk ikut dalam pembangunan. Di Jawa Tengah, pada tahap awal ada 11 kabupaten
yang memperoleh prioritas : Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo,
Klaten, Grobogan, Blora, Demak, Pemalang, dan Brebes. Sebagai tahap persiapan,
saat ini tengah dilakukan sosialisasi di tingkat provinsi dan selanjutnya
dilakukan sosialisasi di tingkat kabupaten dan seterusnya ke bawah.
Untuk mendukung kesuksesan program padat karya di desa,
program ini dikawal bersama antara lain pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, organisasi perangkat daerah (OPD) : Pemdes, Dinsospermasdes, Dinas
Pekerjaan Umum, serta Kepolisian, Inspektorat, juga pelibatan Tenaga Pendamping
Profesional. (*)