Di
Kabupaten Banyumas sedikit desa yang menyadari adanya potensi energi baru
terbarukan. Potensi ini bisa berasal dari alam, maupun hasil dari mengolah
limbah. Karena tidak mengetahui potensi tersebut, pemanfaatan energi baru
terbarukan jadi terabaikan. Bila bisa dikelola, potensi ini bisa menjadi sumber
energi alternatif menggantikan sumber energi yang tidak terbarukan. Ada
beberapa contoh desa yang memiliki potensi belum tergarap, namun dalam tulisan
ini saya ingin membahas desa yang dianggap berhasil mengelola potensi energi
terbarukan. Harapannya pengalaman dan praktik baik bisa direplikasikan di desa
lain.
Salah
satu desa yang dianggap berhasil adalah Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas. Desa penghasil tahu ini dinobatkan oleh Kementerian Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM) RI sebagai Desa Mandiri Energi (DME). Sejak tahun
2009, desa ini sudah mengolah limbah cair tahu menjadi biogas. Pemanfaatan
biogas digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji.
Kesadaran Pemanfaatan
Produksi
tahu di Kalisari dilakukan sudah turun temurun. Saya berusaha mencari tahu,
kapan dan siapa yang mula-mula memproduksi tahu di Kalisari. Namun data sejarah
ini minim. Dari penuturan lisan, produksi tahu diperkirakan muncul pada era
tahun 1920-an. Konon, ada seorang Tionghoa yang memproduksi di Kalisari dengan
mempekerjakan warga lokal. Lambat laun berkembang, warga lokal menjadi mandiri
dan bisa membuka usaha tobong tahu sendiri.
Dari
keterangan Kepala Desa Kalisari, Azis Masruri jumlah produsen tahu mencapai 280
orang. Di desa ini ada lima instalasi pengolah limbah tahu dan ada empat
kelompok pemanfaat biogas dengan jumlah anggota sekitar 200 orang. Sebelum
dilakukan pengolahan biogas, produksi tahu menimbulkan masalah. Yakni,
pencemaran lingkungan yang mengakibatkan gangguan kesehatan warga desa. Masalah
ini terjadi karena limbah cair yang mengandung bahan kimia dialirkan
sembarangan ke sungai dan selokan sehingga mencermari air dan menimbulkan bau
menyengat.
Gangguan
ini membuat masyarakat tersadar perlunya pengelolaan limbah cair tahu. Hingga
akhirnya mendapat bantuan pembangunan instalasi biogas kali pertama pada 2009
sebagai pilot project BPPT Kemenristek. Instalasi ini berupa digester atau
pengolahan limbah cair menggunakan mikroba agar menghasilkan biogas yang
kemudian dialirkan ke rumah pemanfaat. Bantuan sejenis juga diberikan ke
tetangga desa yang sama-sama mengelola limbah tahu, namun bantuan tersebut
mangkrak. Limbah tetap dibuang ke sungai.
Prinsip Nguwongna
Apa
yang membuat Kalisari berhasil memanfaatkan limbah cair menjadi biogas?
Kesuksesan ini menurut saya didukung banyak faktor, namun dalam tulisan ini
saya mengamati dari kajian komunikasi. Dari kajian ilmu komunikasi,
keberhasilan pengelolaan biogas di Kalisari karena terbangun pola komunikasi
interaksi antar pemangku kepentingan. Kepala desa sebagai komunikator
(penyampai pesan) mengedepankan prinsip nguwongna
atau memanusiakan. Sebagai manusia, siapapun ingin diperlakukan dengan
baik, terhormat, dan adil antara hak dan kewajiban. Di Kalisari, komunikasi
dibangun dengan pendekatan kemanusiaan.
Meski
sederhana, nguwongna bisa sulit
dilaksanakan. Terutama bila sosok kepala desa sebagai elite desa bersikap
egois, merasa kuasa, dan tidak memiliki kepemimpinan inovatif progresif. Di
Kalisari, dari beberapa pengurus kelompok pemanfaat biogas yang ditemui mengaku
bisa memaknai prinsip nguwongna
tersebut. Implementasi yang dirasakan antara lain. Pertama, kepala desa
memberikan kepercayaan kepada kelompok untuk mengatur pemanfaatan dan
pemeliharaan instalasi biogas limbah tahu (biolita). Termasuk kewenangan untuk
mengelola uang pembayaran dari anggota kelompok. Dalam tiap bulan, pemanfaat
biogas di Kalisari dikenai tarif Rp 15.000-20.000. Uang ini dikelola kelompok
untuk pemeliharaan dan sekitar 20 persen untuk profit sharing dengan BUMDes.
Kedua,
membangun komunikasi dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas terkait
pengelolaan biogas. Maksudnya, kepala desa mengkampanyekan perlunya menjaga
kebersihan lingkungan dari limbah tahu dan pelestarian biogas kepada masyarakat
melalui forum-forum desa, seperti selapanan dan rapat-rapat. Termasuk
mengalokasikan penganggaran dari Dana Desa (DD) untuk biaya pemeliharaan sarana
fisik instalasi biogas. Masyarakat juga bisa menyampaikan informasi terkait
kebutuhan kelompok kepada pemerintah desa. Di setiap kelompok pemanfaat biogas
terdapat satu perwakilan perangkat desa yang masuk menjadi pengurus kelompok.
Cara ini nguwongna agar perangkat
desa bisa berbaur dan menyerap aspirasi kelompok.
Prinsip
nguwongna ketiga adalah dengan
memberikan hak-hak semestinya kepada mereka yang secara serius mengelola dan
menjaga instalasi biogas. Misalnya petugas teknis desa yang melakukan perbaikan
instalasi mendapat honor sesuai kemampuan kelompok. Selain itu, juga membangun
komunikasi dengan supradesa, misalnya Dinas Lingkungan Hidup maupun pihak lain yag
peduli dengan pemanfaatan biogas dari limbah tahu.
Pemberdayaan Masyarakat
Dengan
adanya prinsip nguwongna tersebut
masyarakat akan merasa dilibatkan dalam proses pemanfaatan dan pemeliharaan
biolita. Tumbunya kesadaran dan kemauan masyarakat menjadi modak sosial
mendukung gerak pemberdayaan masyarakat dalam implementasi Desa Mandiri Energi.
Sebagai sebuah kebijakan, program Desa Mandiri Energi di Kalisari merupakan
kebijakan populis. Kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang sehat, bersih, dan
nyaman terus dijaga, sementara disisi lain aktivitas bisnis produksi tahu tetap
berjalan. Jembatan dari dua kebutuhan ini adalah dengan menjaga komunikasi
antar pemangku kepentingan tetap seimbang dan lancar. Meski tidak mulus 100
persen, atau masih ada kendala kecil, pemanfaatan limbah biogas dari limbah
cair di Kalisari patut diacungi jempol. Untuk pengembangan ke depan, perlu
kiranya dibuatkan peraturan desa secara khusus yang mengatur tentang pengolahan
limbah cair tahu. Serta tidak kalah penting adalah merawat instalasi yang sudah
ada agar tetap bekerja dengan baik sehingga masyarakat tetap terlayani. (*)
Penulis adalah Pendamping Desa Pemberdayaan; Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP UNSOED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar