TAK ada yang tak mungkin untuk berubah. Perubahan desa yang ingin saya ceritakan mengambil kisah nyata dari Desa
Mandalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Desa
terpencil yang pernah mengalami krisis air bersih ini bisa mandiri karena
perjuangan warga dan dukungan pengembangan teknologi informasi.
Desa Mandalamekar adalah salah satu wilayah terpencil di Kabupaten
Tasikmalaya. Jaraknya sekitar 40 kilometer atau sekitar dua jam
perjalanan dari pusat kota. Untuk mencapai kawasan itu, kita harus melewati
jalanan rusak dan berbukit-bukit. Desa tersebut dibentuk tahun 1978, dengan
luas mencapai 709 hektar. Sebagian besar warga adalah petani kebun dan pembuat
gula aren.
Akibat penebangan pohon, desa yang berada di kaki Pasir Bentang dan Pasir
Badak mengalami krisis air bersih seperti menyusutnya debit mata air, konflik
horizontal petani yang berebut air, hingga ancaman bahaya tanah longsor.
Permasalahan ini menggerakan 10 pemuda desa yang peduli dengan membentuk
Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan "Mitra Alam Munggaran" dan
mulai berbenah tahun 2002.
"Saya yang ditunjuk sebagai ketua kelompok,” kata Yana Noviadi (50),
Kepala Desa Mandalamekar saat diskusi di Oemah Gedhe, Kalibagor, Selasa (17/1)
siang.
Bapak berputra dua ini menambahkan, mereka memiliki komitmen bersama untuk
melakukan penghijuan di hutan. Cara ini dilakukan dengan gotong-royong dan
aturan yang disepakati bersama yakni dalam satu minggu ada dua hari kerja yakni
hari menanam dan hari merawat.
“Dalam sehari tidak melakukan kerja, maka diganti di lain hari. Anggota
kelompok juga harus kompak, jangan terpecah. Kami sampai harus camping di hutan
untuk melakukan pekerjaan ini,” kata Kang Yana yang menjabat kepala desa dua
periode (2007-2013 dan 2013-2018). Perlahan makin banyak warga yang terlibat
dalam program penghijauan yang dilakukan Yana dkk.
Memanfaatkan IT
Kang Yana menceritakan, pertemuannya dengan Yossy Suparyo, penggiat
kesejahteraan desa membuat dirinya melek komputer dan internet. Kepada hadirin
di acara syukuran pindahan kantor Gedhe Foundation dari Sumampir ke Kalibagor, Selasa
siang, ia mengaku Yossy-lah yang mengajarinya mengoperasikan komputer. Awalnya,
sebagai warga di desa terpencil tak paham komputer, apalagi internet.
“Kami membuat radio komunitas dan pelatihan menulis berita untuk website
dan blog. Sinyal di desa saat itu susah, jadi kalau upload harus ke tengah
sawah dinihari, sekitar jam 02.00,” kata Yana.
Dikutip dari KOMPAS, perjuangan Yana dan warga desa tak sia-sia. Kini,
empat air terjun, sembilan goa, dan 81 mata air berhasil dilestarikan. Lahan
tidur seluas 81 hektare juga berhasil dihutankan.
Pengembangan teknologi informasi juga membawa perbaikan bagi pelayanan
publik dan pemerintahan bersih. Pengawasan dan pelayanan publik bisa dilakukan
secara online. Aplikasi serupa juga dilakukan di Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah, serta Kulon Progo, Yogyakarta dengan nama Gerakan Desa Membangun yang
pada 2017 ini berusia lima tahun.
“Dulu desa kami berpredikat tertinggal, 2016 kemarin sudah jadi Desa
Berkembang, target 2020 jadi Desa Wisata dan tahun 2025 menjadi Desa Wisata,”
kata Yana. (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar