Entri Populer

Sabtu, 18 November 2017

Keberhasilan Kalisari Menjadi Desa Mandiri Energi



Di Kabupaten Banyumas sedikit desa yang menyadari adanya potensi energi baru terbarukan. Potensi ini bisa berasal dari alam, maupun hasil dari mengolah limbah. Karena tidak mengetahui potensi tersebut, pemanfaatan energi baru terbarukan jadi terabaikan. Bila bisa dikelola, potensi ini bisa menjadi sumber energi alternatif menggantikan sumber energi yang tidak terbarukan. Ada beberapa contoh desa yang memiliki potensi belum tergarap, namun dalam tulisan ini saya ingin membahas desa yang dianggap berhasil mengelola potensi energi terbarukan. Harapannya pengalaman dan praktik baik bisa direplikasikan di desa lain.

Salah satu desa yang dianggap berhasil adalah Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Desa penghasil tahu ini dinobatkan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI sebagai Desa Mandiri Energi (DME). Sejak tahun 2009, desa ini sudah mengolah limbah cair tahu menjadi biogas. Pemanfaatan biogas digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji.

Kesadaran Pemanfaatan

Produksi tahu di Kalisari dilakukan sudah turun temurun. Saya berusaha mencari tahu, kapan dan siapa yang mula-mula memproduksi tahu di Kalisari. Namun data sejarah ini minim. Dari penuturan lisan, produksi tahu diperkirakan muncul pada era tahun 1920-an. Konon, ada seorang Tionghoa yang memproduksi di Kalisari dengan mempekerjakan warga lokal. Lambat laun berkembang, warga lokal menjadi mandiri dan bisa membuka usaha tobong tahu sendiri.

Dari keterangan Kepala Desa Kalisari, Azis Masruri jumlah produsen tahu mencapai 280 orang. Di desa ini ada lima instalasi pengolah limbah tahu dan ada empat kelompok pemanfaat biogas dengan jumlah anggota sekitar 200 orang. Sebelum dilakukan pengolahan biogas, produksi tahu menimbulkan masalah. Yakni, pencemaran lingkungan yang mengakibatkan gangguan kesehatan warga desa. Masalah ini terjadi karena limbah cair yang mengandung bahan kimia dialirkan sembarangan ke sungai dan selokan sehingga mencermari air dan menimbulkan bau menyengat.

Gangguan ini membuat masyarakat tersadar perlunya pengelolaan limbah cair tahu. Hingga akhirnya mendapat bantuan pembangunan instalasi biogas kali pertama pada 2009 sebagai pilot project BPPT Kemenristek. Instalasi ini berupa digester atau pengolahan limbah cair menggunakan mikroba agar menghasilkan biogas yang kemudian dialirkan ke rumah pemanfaat. Bantuan sejenis juga diberikan ke tetangga desa yang sama-sama mengelola limbah tahu, namun bantuan tersebut mangkrak. Limbah tetap dibuang ke sungai.

Prinsip Nguwongna

Apa yang membuat Kalisari berhasil memanfaatkan limbah cair menjadi biogas? Kesuksesan ini menurut saya didukung banyak faktor, namun dalam tulisan ini saya mengamati dari kajian komunikasi. Dari kajian ilmu komunikasi, keberhasilan pengelolaan biogas di Kalisari karena terbangun pola komunikasi interaksi antar pemangku kepentingan. Kepala desa sebagai komunikator (penyampai pesan) mengedepankan prinsip nguwongna atau memanusiakan. Sebagai manusia, siapapun ingin diperlakukan dengan baik, terhormat, dan adil antara hak dan kewajiban. Di Kalisari, komunikasi dibangun dengan pendekatan kemanusiaan.

Meski sederhana, nguwongna bisa sulit dilaksanakan. Terutama bila sosok kepala desa sebagai elite desa bersikap egois, merasa kuasa, dan tidak memiliki kepemimpinan inovatif progresif. Di Kalisari, dari beberapa pengurus kelompok pemanfaat biogas yang ditemui mengaku bisa memaknai prinsip nguwongna tersebut. Implementasi yang dirasakan antara lain. Pertama, kepala desa memberikan kepercayaan kepada kelompok untuk mengatur pemanfaatan dan pemeliharaan instalasi biogas limbah tahu (biolita). Termasuk kewenangan untuk mengelola uang pembayaran dari anggota kelompok. Dalam tiap bulan, pemanfaat biogas di Kalisari dikenai tarif Rp 15.000-20.000. Uang ini dikelola kelompok untuk pemeliharaan dan sekitar 20 persen untuk profit sharing dengan BUMDes.

Kedua, membangun komunikasi dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas terkait pengelolaan biogas. Maksudnya, kepala desa mengkampanyekan perlunya menjaga kebersihan lingkungan dari limbah tahu dan pelestarian biogas kepada masyarakat melalui forum-forum desa, seperti selapanan dan rapat-rapat. Termasuk mengalokasikan penganggaran dari Dana Desa (DD) untuk biaya pemeliharaan sarana fisik instalasi biogas. Masyarakat juga bisa menyampaikan informasi terkait kebutuhan kelompok kepada pemerintah desa. Di setiap kelompok pemanfaat biogas terdapat satu perwakilan perangkat desa yang masuk menjadi pengurus kelompok. Cara ini nguwongna agar perangkat desa bisa berbaur dan menyerap aspirasi kelompok.

Prinsip nguwongna ketiga adalah dengan memberikan hak-hak semestinya kepada mereka yang secara serius mengelola dan menjaga instalasi biogas. Misalnya petugas teknis desa yang melakukan perbaikan instalasi mendapat honor sesuai kemampuan kelompok. Selain itu, juga membangun komunikasi dengan supradesa, misalnya Dinas Lingkungan Hidup maupun pihak lain yag peduli dengan pemanfaatan biogas dari limbah tahu.  

Pemberdayaan Masyarakat

Dengan adanya prinsip nguwongna tersebut masyarakat akan merasa dilibatkan dalam proses pemanfaatan dan pemeliharaan biolita. Tumbunya kesadaran dan kemauan masyarakat menjadi modak sosial mendukung gerak pemberdayaan masyarakat dalam implementasi Desa Mandiri Energi. Sebagai sebuah kebijakan, program Desa Mandiri Energi di Kalisari merupakan kebijakan populis. Kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang sehat, bersih, dan nyaman terus dijaga, sementara disisi lain aktivitas bisnis produksi tahu tetap berjalan. Jembatan dari dua kebutuhan ini adalah dengan menjaga komunikasi antar pemangku kepentingan tetap seimbang dan lancar. Meski tidak mulus 100 persen, atau masih ada kendala kecil, pemanfaatan limbah biogas dari limbah cair di Kalisari patut diacungi jempol. Untuk pengembangan ke depan, perlu kiranya dibuatkan peraturan desa secara khusus yang mengatur tentang pengolahan limbah cair tahu. Serta tidak kalah penting adalah merawat instalasi yang sudah ada agar tetap bekerja dengan baik sehingga masyarakat tetap terlayani. (*)


Penulis adalah Pendamping Desa Pemberdayaan; Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi FISIP UNSOED



Kamis, 26 Oktober 2017

Adakah Desa Mandiri Energi di Kabupaten Banyumas?



Penggunaan energi fosil sebagai sumber energi perlu dikurangi. Selain tidak ramah lingkungan, juga sulit diperbaharui. Sementara itu, sumber energi baru terbarukan di Indonesia masih berlimpah. Dan potensi ini banyak terdapat di desa, misalnya potensi air, panas bumi, limbah cair diolah menjadi biogas dan lainnya. Sayang potensi energi baru terbarukan di desa belum tersentuh.

Apa itu Desa Mandiri Energi (DME)?

Pengertian Desa Mandiri Energi berdasar Peraturan Menteri ESDM No 25 Tahun 2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain adalah desa yang dapat memproduksikan energi berbasis energi baru dan terbarukan, termasuk Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain, untuk memenuhi dan menyediakan minimal 60% (enam puluh persen) kebutuhan energi bagi desa itu sendiri.

Dari pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa Desa Mandiri Energi berkaitan erat dengan kemampuan masyarakat dan pemerintah desa dalam menggerakan potensi energi baru terbarukan yang ada di desa untuk memenuhi lebih dari 60 % kebutuhan energi (listrik dan bahan bakar) melalui pendayagunaan potensi sumberdaya setempat. Terdapat hubungan erat antara pola komunikasi, menggerakan masyarakat, dan tujuan pencapaian tujuan yakni pemenuhan kebutuhan secara mandiri atau swadaya.

Dukungan Dana Desa

Potensi energi baru terbarukan di desa dapat didanai oleh Dana Desa. Ini diatur dalam Permendesa Nomor 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018. Dalam aturan disebutkan, kegiatan-kegiatan yang dapat didanai Dana Desa adalah pembangkit listrik tenaga mikrohidro, tenaga diesel, tenaga matahari, instalasi biogas, jaringan distribusi tenaga listrik, dan atau sarpras energi lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan melalui musyawarah desa. Namun belum semua desa yang memiliki potensi desa terdapat energi baru terbarukan mengoptimalkan Dana Desa untuk pengembangan energi baru terbarukan.

Bagaimana di Banyumas

Di Kabupaten Banyumas sepengamatan saya belum banyak yang concern dengan upaya menuju Desa Mandiri Energi (DEM). Pun termasuk bagi desa yang sebenarnya punya potensi energi baru terbarukan masih belum tersadar (atau mungkin belum butuh) memanfaatkan potensi tersebut.

Dari pengamatan penulis, di Kabupaten Banyumas terdapat desa berkategori Desa Mandiri Energi. Yakni Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok. Desa Kalisari dikenal sebagai sentra atau penghasil tahu di Kabupaten Banyumas. Desa ini dinobatkan oleh Kementerian ESDM sebagai Desa Mandiri Energi karena dianggap berhasil mengolah limbah industri tahu menjadi biogas yang dikelola oleh BUMDes.

Hingga tahun 2016 lalu, sudah 56 persen perajin tahu yang mengalirkan limbah cairnya untuk dimanfaatkan menjadi biogas yang dimanfaatkan oleh 21 persen rumah warga desa atau sebanyak 210 rumah dari total sekitar 1.000 rumah di desa. Dengan pemanfaatan limbah tahu menjadi biogas, perajin tahu dapat menekan biaya pembelian elpiji.

"Desa Kalisari concern dengan pemanfaatan limbah tahu menjadi biogas sebagai energi baru terbarukan," kata Kades Kalisari, Azis Masruri, Kamis (26/10).

Karena keberhasilan pengelolaan limbah tahu menjadi biogas ini, desa yang berada di jalur wisata Curug Cipendok ramai menjadi pusat studi banding pengembangan biogas. Ingin melihat dari dekat pemanfaatan biogas? Silakan datang ke Kalisari, dan jangan lupa cicipi dan borong tahu khas Kalisari. (Hanan Wiyoko)




Rabu, 25 Oktober 2017

Apa Peran Polri dalam Pengawasan Dana Desa?



Penggunaan Dana Desa (DD) menjadi sorotan banyak pihak. Besarnya dana bersumber APBN ini memang rawan dikorupsi, sehingga perlu banyak pihak melakukan pengawasan. Menurut saya, pengawasan penggunaan DD pun saat ini sudah dilakukan berjenjang dari desa hingga tingkat pusat. Dan saat ini akan ditambah masuknya Polri untuk terlibat dalam pengawasan dan pengawalan DD.

Keterlibatan Polri (dalam hal ini ditindaklanjuti oleh Babinkamtibmas di tingkat desa) merupakan hasil penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Kapolri di Jakarta pada 20 Oktober lalu. Secepatnya MoU tersebut harus ditindaklanjuti. Lalu apa poin pengawalan dan pengawasan Polri dalam MoU itu?

Adapun inti dari nota kesepahaman tersebut meliputi :
1. Pembinaan dan penguatan kapasitas pemda, desa, dan masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa
2. Pemantapan dan sosialisasi regulasi terkait pengelolaan Dana Desa
3. Penguatan pengawasan Pengelolaan Dana Desa
4. Fasilitasi bantuan pengamanan dalam pengelolaan Dana Desa
5. Fasilitasi penanganan masalah dan penegakan hukum terhadap pengelolaan Dana Desa
6. Pertukaran data dan atau informasi Dana Desa.

Setelah ditandatangani oleh ketiga pihak, isi dari MoU itu akan ditindaklanjuti secepatnya dan selambatnya 3 bulan dari penandatangan MoU. Adapun waktu perjanjian MoU ini dalam tahap I selama dua tahun, dan selebihnya bisa dievaluasi untuk diperpanjang kembali.

Di Kabupaten Banyumas, isi MoU sudah dipersiapkan langkah-langkah oleh Polres Banyumas untuk menindaklanjuti hal tersebut. Rencananya pada hari Rabu, 25 Oktober 2017 dilakukan penandatangan MoU antara Polres Banyumas dengan Pemkab Banyumas. (*)

Rabu, 18 Oktober 2017

Desa Wajib Terapkan SisKeuDes di 2018



Aplikasi Sistem Keuangan Desa atau SisKeuDes wajib diterapkan oleh pemerintah desa dalam Tahun Anggaran 2018. Saat ini belum semua desa di Kabupaten Banyumas menerapkan aplikasi ini. Masih sedikit desa yang menerapkan.

Mempersiapkan pengoperasian SisKeuDes pada 2018, Bagian Pemdes Setda Banyumas bekerjasama dengan BPKP Prov Jawa Tengah menggelar Pelaksanaan Bimbingan Teknis SisKeuDes bagi Satgas Kabupaten, selama tiga hari, 18-20 Oktober 2017. Kegiatan tersebut diikuti sebanyak 70 orang terdiri dari perwakilan 23 kecamatan (unsur kepala seksi pemerintahan dan pejabat fungsional), pendamping desa serta perwakilan OPD dari Dinsospermasdes, Bapeddalitbang dan lainnya.

"Penerapan aplikasi SisKeuDes wajib dilaksanakan di tahun 2018, sehingga kami mendorong upaya percepatan dengan menggelar pelatihan baagi satgas di tingkat kabupaten. Setelah ini dilanjutkan roadshow dengan pelatihan tingkat desa di eks kawedanan pada akhir Oktober hingga awal November," kata Panitia Kegiatan, Ibu Eni dari Pemdes Setda Banyumas.

Bupati Banyumas Achmad Husein dalam sambutan tertulis berharap penerapan aplikasi SisKeuDes bisa meningkatkan kapasitas sumber daya di desa dalam rangka pengelolaan keuangan desa.

"Diharapkan pemdes lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan dan kekayanan milik desa. Ada tanggungjawab yang besar, jadi pemdes harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas, harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai UU," kata Asisten Pemerintahan Setda Banyumas, Sriyono.

Dengan menggunakan aplikasi diharapkan bisa mempermudah pengelolaan keuangan desa serta mendorong transparansi di desa. SisKeuDes hadir dalam rangka tertib administrasi. Harapannya aparatur desa lebih mudah dalam proses pengadministarian hingga pelaporan penggunaan keuanga

Sekadar informasi, pengembangan SisKeuDes dilaksanakan oleh BPKP. Penerapan aplikasi ini merupakan mandatory dari Kemendagri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aplikasi keuangan desa ini menggunakan database Microsoft Acces sehingga lebih portable dan mudah diterapkan oleh pengguna aplikasi yang awam sekalipun. Secara teknis transaksi keuangan desa termasuk dalam kelompok skala kecil, sehingga lebih tepat ditangani secara mudah dengan database acces ini.
(*)




Senin, 16 Oktober 2017

BUMDes Srowot, Sukses Kelola Minimarket di Pelosok Desa



CITRA Desa Srowot perlahan ingin diubah. Mendengar nama Srowot terbersit desa yang berada di pelosok dan tertinggal. Kini dengan memanfaatakan Dana Desa, Pemerintah Desa Srowot melakukan percepatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya peningkatan ekonomi kerakyatan dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa. Dari data Indeks Desa Membangun (IDM) 2016, jumlah penduduk Srowot sebanyak 4.338 jiwa dengan kebanyakan bekerja sebagai buruh tani, petani, peternak, wiraswasta, dan buruh harian.

Di Desa Srowot, keberadaan BUMDes sudah ada sejak 31 Maret 2016 dengan terbitnya Perdes No. 2 Tahun 2016 tentang Pembentukan BUMDes. Adapaun nama BUMDes adalah Usaha Jadi Untung Bersama (UJUB). Pada awalnya, unit usaha yang dikelola adalah Sewa Kendaraan Roda Tiga dan Pengelolaan Air Bersih PAMSIMAS, namun keduanya belum optimal. Seiring berjalan, pada tahun 2017 terjadi penggantian pengurus dan penambahan unit usaha dan penambahan penyertaan modal dari Dana Desa (DD) TA. 2017.

Tahun 2017, Desa Srowot mendapat transfer Dana Desa sebesar Rp 845.317.917. Sebagai komitmen pengembangan BUMDes, Pemdes Srowot dalam APBDes Induk mengalokasikan penyertaan modal desa sebesar Rp 225.000.000. Penyertaan modal ini merupakan yang terbesar tingkat Kecamatan Kalibagor, atau sekitar 23,7 persen dari total anggaran penyertaan modal Rp 949.217.990. 

Ide Bikin Toko Desa

Hal yang baru dan menarik terkait pengembangan BUMDes di Desa Srowot mulai terasa sejak muncul ide pembangunan toserba (tokoserba ada) desa. Kepala Desa Srowot, Handoyo selaku penasihat  BUMDes memiliki ide agar minimarket desa bisa berfungsi sebagai unit perdagangan, tak sekadar melayani kebutuhan harian (ritel) namun juga menjadi sentra kulakan warung-warung di desa. Lebih dari itu, Handoyo juga memberikan space di toko untuk menampung jajanan produk lokal khas Srowot.

Untuk mewujudkan rencana ini, sejak awal 2017, Pemdes bersama tim pendamping desa, pengurus BUMDEs melakukan kordinasi. Juga melibatkan konsultan atau pihak ketiga untuk mendengar rencana penataan dan pengembangan BUMDes. Kesiapan rencana pendirian BUMDEs juga disosialisasikan kepada masyarakat, agar nantinya merasa memiliki keberadaan toko desa dan bisa meramaiakan dengan berbelanja di toko yang menempati gedung serbaguna tersebut.

Awal pendirian, beberapa pihak di luar desa mempertanyakan rencana ini. Khususnya terkait rencana kelaikan usaha. Berangkat dari pertanyaan, apakah BUMDes bisa ramai pembeli? Bisa memperoleh profit? Pertanyaan ini terlontar mengingat pengamatan strategis terkait lalu lintas dan keramaian desa. Seperti disebutkan, desa ini berada di pelosok dan tepi Sungai Serayu serta jalan utama adalah jalan desa yang menguhubungkan dengan dua desa tetangga yakni Suro dan Pajerukan. Selain itu juga dikhawatirkan bisa mematikan toko kelontong milik penduduk desa yang lebih dulu ada.

“Toserba milik BUMDes UJUB buka untuk menyaingi, tapi bermitra dengan masyarakat dalam hal ini bisa menjadi sentra kulakan. Kami juga menampung produk lokal untuk ikut dipasarkan disini,” Kata Handoyo. Awalnya, kades berencana membentuk pelayanan sales keliling untuk memasarkan produk ke toko di desa maupun luar desa.

Terkait keberadaan minimarket tersebut, Camat Kalibagor Siswoyo menekankan pentingnya munculnya rasa memiliki dan mencintai dari masyarakat. Bentuk konkretnya, masyarakat bisa berbelanja di toko tersebut.

“BUMDes ramai maka bisa menyumbang PADes. Ini menjadi sumber pendapatan bagi desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bisa juga menyerap tenaga kerja lokal,” kata Siswoyo saat launching minimarket.beberapa bulan lalu.

Sementara itu, menurut pengamatan Pendamping Lokal Desa (PLD) Desa Srowot, Karsono keberadaan BUMDes sejak launching hingga saat ini ramai pembeli. Kebanyakan adalah penduduk lokal yang ingin berbelanja kebutuhan harian.

“Bisa dikatakan ramai pembeli, khususnya saat sore. Semoga bisa terus berkembang. Nantinya pemdes juga berencana membangun gedung BUMDes tambahan dengan dana Bankeu Ketahanan Masyarakat Desa dari Pemprov Jateng 2017,” kata Karsono. Sementara itu, seorang pembeli yang ditemui sedang belanja mengaku senang berbelanja di toserba desa. Menurutnya, harga di tempat tersebut lebih murah.

Saat melakukan kunjungan lapangan, TA P3MD Utama, Nurul Hadi mengaku senang melihat perkembangan BUMDes tersebut. Ia berharap bisa lebih banyak menampung produk lokal serta dikelola dengan cara yang profesional agar bisa menghasilkan profit. Tidak kalah penting untuk membuat kelaikan usaha menghitung break event point (BEP).

Unit BUMDes Lainnya

Selain unit toko desa, BUMDes UJUB memiliki unit usaha lainnya yaitu Unit Usaha Sewa Kendaraan Roda Tiga, Unit Usaha Pertanian, Unit Usaha Jasa Konstruksi, dan dalam pengembangan Unit Usaha Air Bersih yang saat ini masih dikelola BPS PAM Pamsimas.

Dari pengamatan Pendamping Desa P3MD Kecamatan Kalibagor, untuk unit usaha lainnya sifatnya masih rintisan. Yang menarik adalah keberadaan unit usaha Jasa Konstruksi sebagai unit baru yang dibentuk untuk menampung peserta hasil pelatihan mengelas yang didanai dari Dana Desa TA.2017. Saat ini para lulusan pelatihan sudah bisa membuat tempat sampah portabel berbahan tong plastik dan dudukan besi penyangga.

Yang perlu penekanan adalah pada penggunaan dan pelaporan keuangan. Tidak kalah penting adalah mekanisme pertanggungjawaban pengelola BUMDes kepada masyarakat desa melalui musdes  seperti yang diatur dalam Permendes No 4 Tahun 2015 tentang BUMDes agar bisa terlaksana.  Dengan pengelolaan yang profesional, tepat azas, dan transparan, menjadi keinginan bersama agar BUMDes UJUB bisa sukses dalam mewujudkan kemadirian desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Amin. (Hanan Wiyoko & Apriyanti Sulisetiana / Pendamping Desa)


Sabtu, 16 September 2017

Cantiknya Payung Kertas Kalibagor Berbinar Hingga Solo


Perajin payung kertas khas Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas mengikuti Festival Payung Nusantara selama dua hari, Jumat-Sabtu (14-15/9) di Pura Mangkunegara, Surakarta. Payung kertas merupakan produksi turun temurun sejak tahun 1940 yang bertahan hingga saat ini di Kalibagor.

Kordinator Komunitas Payung Kertas, Manto mengatakan, kegiatan ini memiliki arti penting bagi sarana promosi dan eksistensi perajin payung. Festival ini merupakan kegiatan tahunan.

"Kami membawa sekitar 60 payung dan beberapa perajin payung ke acara festival," kata Manto, yang juga menjabat Kasi Pemerintahan Pemdes Kalibagor. Ia menambahkan, payung yang disertakan dari jenis payung kertas hias dan lukis.

"Perajin payung ikut hadir ke festival karena biasanya ada yang order atau pesan. Selain itu juga ada perajin payung yang menerima penghargaan dalam acara ini," tambahnya.



Selain dihadiri perajin payung kertas, acara juga didukung oleh Pemerintah Desa Kalibagor. Dukungan pemdes pada tahun 2017 di antaranya mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas perajin dengan menggelar pelatihan menggunakan Dana Desa tahun anggaran 2017.

"Kami mendukung pengembangan kerajinan payung kertas khas Kalibagor. Ini potensi desa yang bisa dikembangkan." kata Kades Kalibagor, Tjiptadi. Ia berharap, dengan terlibat dalam acara pameran keberadaan perajin payung bisa eksis dan memperluas jaringan untuk pemasaran produksi. Pasalnya, pemasaran payung kertas masih terbatas untuk dekorasi dan seni semata.

Tambahan informasi, di Desa Kalibagor saat ini ada sekitar enam perajin payung kertas. Mereka membuat payung dari bahan kertas dan bambu yang kemudian dihias dengan cara dilukis. Ada juga yang dibuat dengan bahan kain serta pernak-pernik untuk mempercantik tampilan payung. Kegunaan dari payung ini di antaranya menjadi dekorasi atau aksesoris ruangan seperti digunakan di Pendopo Kecamatan Kalibagor maupun untuk kegiatan seni, seperti properti tarian, panggung kegiatan seni, maupun tujuan lain.Harga payung ini cukup terjangku. Anda berminat..?? (Hanan Wiyoko)




Selasa, 18 April 2017

Perlukah Pemekaran Kabupaten Banyumas?



ISU pemekaran Kabupaten Banyumas kembali mencuat. Kali ini dilontarkan oleh Bupati Banyumas, Ir Achmad Husein. Wacana ini disampaikan saat bupati membuka acara Festival Seni di Alun-alun Banyumas, Sabtu (15/4) malam.

Di depan ribuan orang, Bupati menyampaikan bahwa dirasa perlu memekarkan Kabupaten Banyumas. Pemekaran yang dimaksud adalah memisahkan antara Kota Purwokerto dengan kecamatan-kecamatan menjadi kabupaten baru. Sebagai catatan, Kabupaten Banyumas memiliki 27 kecamatan terdiri dari empat kecamatan kota eks kota administratif dan 23 kecamatan.

Setidaknya bupati menyampaikan dua alasan soal pemekaran tersebut. Pertama, pemekaran sebagai upaya mengatasi kesenjangan desa dan kota. Alasan kedua, di Kecamatan Banyumas saat ini sudah terdapat fasilitas umum yang dianggap layak mejadi ibukota kabupaten. Fasilitas yang disebut antara lain : Alun-alun, Pendapa Sipanji, Rumah Tahanan, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan.

Selain itu, bupati di podium menyampaikan akan melakukan tindaklanjut terkait upaya pemekaran yakni berkonsultasi dengan gubernur dan Presiden RI. Saat penyampaian ini, sebagaian penonton bertepuk tangan seperti mendukung langkah pemekaran.

Menjadi pertanyaan, apakah pemekaran Kabupaten Banyumas diperlukan??
Menurut pendapat saya, terkait wacana pemekaran ini perlu disikapi dengan pemikiran kritis.
Beberapa poin tersebut menurut saya adalah :

1. Penyampaian wacana pemekaran Kabupaten Banyumas yang disampaikan Bupati berdekatan dengan momentum Pilkada Kab. Banyumas 2018, sehingga bisa dimaknai sebagai bentuk komunikasi politik mengingat penyampaian wacana dilontarkan oleh pejabat yang kemungkinan memiliki kans untuk mencalonkan diri.

2. Penyampaian alasan terkait pemekaran untuk mengatasi kesenjangan pembangunan desa dan kota dirasa kurang tepat. Mengingat saat ini, pembangunan di desa mendapat dana yang cukup besar dari pemerintah pusat. Sehingga desa dengan kewenangannya bisa membangun sesuai kebutuhannya.

3. Memang benar di Kecamatan Banyumas saat ini sudah terdapat sejumlah fasilitas publik, namun perlu diingat pula masih butuh lebih banyak perkantoran baru, sumber daya pegawai, serta pendapatan asli daerah kabupaten baru untuk membiayai belanja pembangunan.

Demikian ulasan singkat dari saya, semoga bisa menjadi pemantik untuk diskusi. 

Senin, 17 April 2017

Lima Poin Penting dalam Perbup Banyumas No 35 Tahun 2017 tentang P3D



KEKOSONGAN perangkat desa (KatDes) di desa-desa di Kabupaten Banyumas bisa segera terselesaikan dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan sudah terbitnya Perbup Banyumas Nomor 35 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengisian Perangkat Desa (P3D) yang diundangkan akhir Maret lalu.

Kabag Pemdes Setda Banyumas, Bapak Djoko mengatakan dalam perbup tersebut ada lima poin penting. Kelimanya adalah :

1. Dalam pengisian perangkat desa diatur dalam dua cara, yakni  1. Rotasi dan 2. Penjaringan-Penyaringan.

2. Kepala Desa memiliki kewenangan melakukan rotasi perangkat desa, dengan pendampingan dari Camat/perangkat kecamatan. (Dalam Perbup No 7 Tahun 2015, sistem rotasi perangkat desa dibentuk oleh panitia seleksi yang terdiri dari BPD, tomas, lembaga kemasyarakatan)

3. Sesuai Putusan Mahkamah Konsitusi (MK), pengisian perangkat desa bisa diikuti warga luar desa yang memenuhi persyaratan.

4. Bagi perangkat desa yang ingin mendaftar jabatan lebih tinggi diharuskan mengundurkan diri.

5. Bila ada promosi jabatan, tentu ada demosi jabatan. Namun lebih detil soal demosi, akan diatur dalam perbup terpisah yang mengtur Disiplin Perangkat Desa.


Rabu, 12 April 2017

Yuk Intip Tiga Pasal Prioritas Penggunaan DD dalam Permendesa No 4 Tahun 2017





PEMANFAATAN Dana Desa (DD) tahun 2017 sebelumnya diatur dalam Permendesa Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Disebutkan, bahwa prioritas ada dua bidang yakni : Bidang Pembangunan dan Bidang Pemberdayaan.

Kemudian terbit Permendesa Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permendesa PDTT Nomor 22 Tahun 2016. Apa saja perubahan itu..? Perubahan tersebut ada pada tiga pasal, seperti yang kami cantumkan di bawah ini.



1. Bab III Pasal 4 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa

Dalam Pasal 4 ini disebutkan bahwa DD bisa diprioritaskan untuk pelaksanaan program
dan kegiatan yang bersifat lintas bidang, yakni :

a. Kegiatan BUMDes atau BUMADes
b. Kegiatan Embung Desa
c. Produk Unggulan Desa atau Kawasan Perdesaan
d. Sarana Olahraga Desa


2. Bab IV Pasal 9 tentang Mekanisme Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Dalam Permendes No 22 Tahun 2016 disebutkan : mekanisme penetapan prioritas penggunaan DD adalah bagian dari perencanaan pembangunan desa,

sedangkan dalam Permendes No 4 Tahun 2017 disebutkan bahwa : mekanisme penetapan prioritas penggunaan DD adalah bagian dari perencanaan pembangunan desa yang tidak terpisah dari perencanaan pembangunan nasional.

3. Bab VII Pasal 17 A tentang Ketentuan Peralihan

Pasal ini merupakan tambahan, karena sebelumnya tidak diatur dalam Permendes No 22 Tahun 2016.
Dalam Pasal 17 A disebutkan : apabila ada peraturan yang lebih tinggi, yang mendorong perubahan RKP Desa maka dapat dilakukan dalam Musdes. (*)

Selasa, 11 April 2017

Cerita Pendampingan Desa Awal 2017 di Kalibagor



Haloo..

Waah lama banget saya gak update isi blog ini. Terakhir saya nulis sekitar minggu keempat Januari 2017. Dan saat ini, masuki minggu kedua April 2017, berarti hampir tiga bulan, laman blog ini tak tersentuh. Bersyukur, pengunjung masih ada yang berkenan mampir membaca tulisan-tulisan saya.

Tak terasa hingga April ini, sudah memasuki bulan ketiga untuk pendampingan tahun 2017. Kerja pendampingan dimulai per 1 Februari 2017 lalu. Untuk lokasi tugas, saya masih ditempatkan di lokasi yang sama dengan tugas 2016 lalu, yakni di Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah.
Begitu partner kerja saya juga masih sama dengan penugasan kurun sebelumnya. Seorang rekan kerja yang baik dan mendukung kerja tim.

Meski demikian ada yang baru. Per 1 Maret 2017, kami mendapat tambahan pasukan dengan kehadiran dua orang Pendamping Lokal Desa (PLD). Setelah sempat hampir 9 bulan tidak ada kejelasan nasib penugasan dari provinsi, akhirnya PLD resmi bekerja membantu Pendamping Desa. Ada dua orang PLD yang bertugas bersama kami, yakni Karsono (Desa Srowot) dan Yuli Rahayu (Desa Petir). Namun nama terakhir kemudian mengundurkan diri setelah 40 hari bekerja karena aturan tidak boleh merangkap jabatan. Yang bersangkutan memilih mengabdi dan menekuni sebagai tutor PAUD di desa. Kami menghargai pilihan ini.

Hingga saat ini, beberapa kerja pendampingan sudah terkawal. Misalnya, pendampingan penyusunan APBDes 2017, pemenuhan kebutuhan data-data terkait Dana Desa, mendorong pelaksanaan Musdus, pengumpulan regulasi desa, peningkatan kapasitas perangkat desa, KPMD, serta optimalisasi BUMDes. Kami juga sedang mempersiapkan proses pencairan di Dana Desa 2017 tahap 1.

Ini cerita ku, mana ceritamu..?


Senin, 23 Januari 2017

Bagaimana Cara Melaporkan Penyimpangan Dana Desa?


PENGAWASAN dan transparansi dalam pengelolaan keuangan bersumber dari Dana Desa (DD) multak diperlukan. Tanpa keduanya, besarnya DD yang tahun ini rata-rata mencapai Rp 800 juta per desa sangat rawan dikorupsi. Bila di desa Anda ada dugaan penyimpangan, bagaimana dan kemana cara melaporkannya?

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo memberikan petunjuk. Ia mengakui, masih banyak dijumpai pejabat desa tidak melibatkan masyarakat dan tidak transparan. Menteri juga mengajak agar masyarakat melawan pejabat yang tidak amanah dan ajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawasi.

"Laporkan ke yang berwajib atau telepon aduan 1500040 yang akan ditindaklanjuti Satgas Dana Desa. Bersama kita kawal penggunaan Dana Desa," tulis menteri dalam akun Facebooknya usai sosialisasi pengawasan dan penggunaan Dana Desa bersama Anggota DPR RI dan Anggota BPK RI, kemarin.

Ia menambahkan, pengawasan yang paling efektif adalah pengawasan dari masyarakat dan publik. Desa akan lebih cepat maju apabila partisipasi masyarakat termasuk dalam mengawasi penggunaan dana desa.

"Pastikan informasinya lengkap. Karena separuh dari laporan tidak lengkap sehingga pada saat dilaporkan ke penegak hukum tidak bisa ditindaklanjuti. Tapi banyak yang berhasil ditindaklanjuti dan bahkan sudah banyak yang ditangkap dan disidangkan," katanya.

Di laman FB tersebut, postingan dari akun menteri terkait pengawasan Dana Desa yang diposting Minggu 22 Januari 2017 ramai dengan komentar. Hingga Senin 23 Januari 2017 pagi, status itu dibagikan 200 kali dengan 115 komentar yang interkatif. Pada Minggu malam, akun Eko Putro Sandjojo terakhir diskusi hingga pukul 23.00 WIB dan beberapa komentar dibalas akun tersebut pukul 08.30 WIB. Dari pengamatan, banyak komentar dari netizen yang mengeluhkan praktik pengelolaan Dana Desa yang kurang transparan.


"Jumlah desa di Indonesia banyak, Ada 74910 desa. Jadi tanpa laporan masyarakat akan sangat lambat mengatasinya. Bantu laporkan ke penegak hukum setempat atau1500040 kita sama-sama kawal. Bantu kasih data yang lengkap supaya laporannya tidak mubazir," kata Eko. (**)

SALAM MERDESA

Jumat, 20 Januari 2017

Dana Desa Turunkan Jumlah Desa Tertinggal



PENYALURAN Dana Desa (DD) mulai berdampak pada pembangunan desa. Jumlah desa tertinggal pada 2016 menurun menjadi 32 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2015 prosentase desa tertinggal 45,41 persen dari total jumlah desa sebanyak 74.910 desa se-Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, jumlah desa sangat tertinggal pada 2016 juga turun menjadi 7 persen dibandingkan pada 2015 yang sebanyak 18,87 persen dari jumlah desa di Indonesia.


"Kami ingin membangun Indonesia dari daerah. Desa harus terus berkembang maju," kata Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo saat memberikan ceramah umum di Kampus IPDN di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat seperti dikutip dari KOMPAS, Kamis (19/1). (**)

Menteri Desa : 14.000 BUM Desa Tidak Berjalan




BADAN Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Indonesia saat ini berjumlah 22.000 unit. Namun hanya 8.000 yang aktif, dan hanya 4.000 di antaranya yang menguntungkan. Karena itu akan dibentuk holding atau perusahaan induk untuk mendampingi ribuan BUM Desa itu.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan hal itu, Kamis (19/1) di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, seperti dikutip KOMPAS (20/1).


"Ke depan dibutuhkan pembinaan dan pendampingan agar BUM Desa tidak sekadar papan nama, tetapi memiliki daya ungkit bagi perekonomian masyarakat," kata Eko. (**)

Pencairan 2017, Desa Diminta Laporkan Dana Desa 2016



DESA-desa di Kabupaten Banyumas diminta segera melaporkan penggunaan Dana Desa (DD) tahap I dan II Tahun 2016. Laporan ini sebagai prasyarat pencairan 60 persen DD tahun 2017.

Permintaan data ini dituangkan dalam surat dari Sekda Banyumas tertanggal 17 Januari 2017. Dalam surat nomor 900/154/2017 disebutkan permintaan laporan harus dikirimkan kepala bidang anggaran di kantor Badan Keuangan Daerah.

"Kami minta bantuan para camat di wilayah yang membawahi desa untuk mengkoordinasikan paraa kepala desa agar segera menyampaikan laporan penggunaan DD tahap I dan II 2016 sebesar 100 persen," demikian penjelasan Sekda Banyumas, Ir Wahyu Budi Saptono MSi dalam surat.

Dalam surat tersebut juga dilampirkan form untuk desa berupa Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Tahap II dan lampiran form untuk kecamatan. Form rekap kecamatan ini berupa laporan rekapitulasi penerimaan transfer DD berdasarkan bukti penerimaan DD seluruh Desa dalam Kecamatan. (**)

Kamis, 19 Januari 2017

450 Orang Pendamping Lokal Desa Jateng Butuh Kepastian Pratugas


MENUNGGU adalah pekerjaan yang menjemukan. Apalagi yang ditunggu adalah terkait kejelasan nasib, masa depan, harapan, dan pekerjaan. Tulisan ini saya buat untuk teman-teman calon Pendamping Lokal Desa (PLD) Jawa Tengah yang membutuhkan kepastian : kapan akan bertugas melakukan pendampingan di desa mengawal implementasi UU Desa.

BAHAGIA dan bangga.
Itulah yang dirasakan teman saya, sebut saja Is (28) asal Susukan, Banjarnegara. Calon PLD ini dinyatakan lolos seleksi bersama 449 orang lainnya se-Jawa Tengah pada Juli 2016 lalu. Pendaftaran lowongan PLD Jateng dibuka Mei 2016, bersama dengan kebutuhan Tenaga Ahli dan Pendamping Desa se-Indonesia.

Beragam bayangan tentang pekerjaan pendampingan desa pun menyeruak di benak lajang lulusan sekolah tinggi ilmu komputer di Purwokerto. Agar siap bertugas, sejak dinyatakan lolos seleksi, pria ini memperbanyak membaca undangan-undang dan produk hukum terkait Desa dan buku pendukung lainnya. Termasuk mengikuti beberapa pertemuan antar sesama PLD untuk menjalin kekompakan.

Hal yang sama juga dirasakan calon PLD lainnya, sebut saja Kawan (35) asal Banyumas. Hasil test yang diumumkan via online lewat website Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi membuatnya berani mengambil keputusan besar. Pria berbadan tambun ini memilih meninggalkan pekerjaan sebagai guru honor dan memilih 'loyal' menjadi PLD yang mengharuskan tak boleh rangkap jabatan. Ia berharap agar segera bekerja mengingat tak lagi bekerja di sekolah.

Waktu berlalu,
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan, tahun pun berganti.
Namun kepastian kapan bekerja, belum juga tiba.

Rasa gembira berganti jadi rasa galau.
Relung hati para CLPD Jateng sudah dipenuhi dengan rasa sabar.
Mereka galau, mereka gemas dalam kondisi menggantung, menunggu kabar fiks. KAPAN PRATUGAS.

Kondisi ini hanya terjadi di Jawa Tengah.
Di provinsi lain, PLD sudah bertugas. Keberadaan tenaga Pendamping Lokal Desa merupakan elemen vital dalam Pendampingan Desa. Keberadaan PLD diatur dalam PP No. 47 Tahun 2015, Pasal 129, ayat 1 (a). PLD akan berhubungan langsung secara intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju implementasi UU Desa secara optimal. 


Perjuangan PLD Jateng

Nasib yang tak menentu ini membuat para CPLD Jateng bergerak, meneguhkan ikatan dan membangun jejaring. Sejak akhir Desember, komunikasi antar PLD lintas kabupaten mulai menguat. Muncul rasa senasib, muncul satu tujuan. Beberapa simpul komunikasi terbangun melalui grup Whatsapp, Facebook, maupun mengadakan kopi darat hingga mendatangi orang-orang yang memiliki informasi terkait pratugas PLD. Obrolan di dunia maya antar sesama PLD pun tiada henti aktif hingga hari ini. Bahkan grup Pendamping Desa Jawa Tengah yang sering menjadi menjadi curhat kegalauan nasib PLD sudah memiliki anggota cukup banyak, hingga 15 ribu anggota.

Tak lelah sudah meraka berusaha, termasuk mengeluarkan uang pribadi dan menghimpun donasi untuk tujuan ini. Cara lain pun banyak ditempuh, seperti unjukrasa di Semarang, datang ke Rakornas di Solo, dan berkomunikasi dengan Gubernur Jawa Tengah, Bapermasdes Jateng, hingga menanyakan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Namun belum juga terlihat hasilnya.

"Saat ini pratugas PLD Jawa Tengah tengah didekonsentrasikan sehingga tinggal waktu dan pelaksanaan ditentukan Provinsi Jawa Tengah. Peserta PLD dapat langsung menghubungi Pemda Provinsi Jawa Tengah," begitu penjelasan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ketika ditanya akun Facebook Ramli Saja.

Lewat tulisan ini, saya mendukung perjuangan teman-teman PLD Jawa Tengah.
Hanya dukungan doa dan semangat, agar tidak putus asa dan berprasangka baik semoga apa yang tunggu segera teralisasi. Tidak lupa untuk menjaga asa perjuangan, tidak putus asa, serta menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan di tingkat provinsi. Semoga pratugas disegerakan. Amin.

SALAM MERDESA.


Rabu, 18 Januari 2017

Mengoptimalkan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat di Desa




MUNCUL anggapan, kegiatan Pemberdayaan Masyarakat kurang diprioritaskan. Pelaku pembangunan desa masih lebih memprioritaskan pembangunan fisik. Kenapa demikian?

Berdasarkan laporan penggunaan Dana Desa 2016 yang dikutip dari KOMPAS, sebesar 90.45 persen DD digunakan untuk bidang Pembangunan Desa, sedangkan Pemberdayaan Masyarakat hanya 5,65 persen. Kemudian untuk Bidang Penyelenggaran Pemerintahan 2,55 persen dan Pembinaan Kemasyarakatan 1,35 persen.

Melihat prosentasi tersebut, DD lebih banyak untuk Pembangunan Desa. Padahal seperti harapan Dirjen PPMD Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Ahmad Erani Yustika, penggunaan DD diharapkan mampu diarahkan untuk menggerakan roda ekonomi di tingkat desa dan meningkatkan kapasitas warga. (baca : bukan perangkat desa atau lembaga desa).

Melalui coretan singkat ini, penulis memiliki pandangan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pemilihan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat untuk dilakukan di sekup desa.

1.  Pendekatan Indikator keberhasilan.


Keberhasilan membangun infrastruktur desa lebih cepat dikenali, dilihat, dan diukur dibanding dengan keberhasilan kegiatan pemberdayaan. Pembangunan ukurannya adalah terbangunnya infrastuktur fisik, sedangkan keberhasilan pemberdayaan adalah adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat desa.

2. Pendekatan Manfaat

Manfaat terbangunnya infrastruktur fisik lebih mudah dan cepat dirasakan dibandingkan manfaat kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan adalah orientasi proses, sehingga pencapaian manfaat atau tujuan butuh waktu.

3. Pendekatan Politis

Jabatan kepala desa merupakan jabatan politik, sementara posisi kepala desa merupakan aktor utama dalam pemangku kepentingan di desa. Lantaran jabatan politik, kepala desa dengan kewenangannya 'mengarahkan' untuk cenderung mendahulukan, atau memprioritaskan usulan pembangunan fisik sesuai janji politik saat kampanye.

4. Pendekatan pemilihan kegiatan.

Mencermati usulan kegiatan dalam rencana kegiatan pemerintah (RKP) atau draft anggaran pendapatan belanja desa (APB Desa), beberapa kegiatan pemberdayaan rata-rata bersifat 'mata kegiatan yang terputus'. Idealnya, kegiatan pemberdayaan dilakukan berkesinambungan. Misalnya, tahun pertama latihan produksi, tahun kedua latihan pengemasan, tahun ketiga memperluas pemasaran. Dengan kegiatan pemberdayaan yang berkesinambungan, diharapkan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bisa tercapai. Mohon diingat, kegiatan pelatihan, peningkatan kapasitas bukanlah kegiatan bagi-bagi uang semata, atau 'asal uang habis'..jauh dari itu, kegiatan pemberdayaan masyarakat memiliki semangat agar masyarakat desa lebih mandiri, sejahtera, dan berdaya.

Lalu apa solusi atau jalan keluarnya?

Menurut Arief Setyabudi, Team Leader Konsultan Nasional Pengembangan Program (KNPP) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, ada beberapa langkah :

1. Kenali potensi dan masalah desa.

Tiap desa memiliki masalah dan potensi yang berbeda. Begitu juga dengan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek dari pelaku pemberdayaan masyarakat.

2. Temukan metode pemberdayaan.

Setelah mengetahui potensi dan masalah, bisa diketahui metode pemberdayaan yang cocok untuk diaplikasikan.

3. Mengangkat keaarifan lokal dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Menurut beliau, pengaplikasian metode pemberdayaan turut didukung dengan kearifan lokal serta pemanfaatan teknologi tepat guna yang memungkinkan dikembangkan.

4. Tentukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang memiliki imbas atau dampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

Mengajak atau melibatkan masyarakat untuk berkegiatan yang memiliki manfaat jangka panjang terhadap perubahan taraf kesejahteraan diharapkan menumbuhkan motivasi bagi para pelaku. Dengan cara ini, masyarakat akan lebih semangat dan impian terhadap apa yang mereka kerjakan.


Demikian coretan ini. Semoga lahir kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang memiliki manfaat jangka panjang.
SALAM MERDESA.


Mandalamekar, Desa Terpencil yang Berubah dengan Teknologi Informasi



TAK ada yang tak mungkin untuk berubah. Perubahan desa yang ingin saya ceritakan mengambil kisah nyata dari Desa Mandalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Desa terpencil yang pernah mengalami krisis air bersih ini bisa mandiri karena perjuangan warga dan dukungan pengembangan teknologi informasi.

Desa Mandalamekar adalah salah satu wilayah terpencil di Kabupaten Tasikmalaya. Jaraknya sekitar   40 kilometer atau sekitar dua jam perjalanan dari pusat kota. Untuk mencapai kawasan itu, kita harus melewati jalanan rusak dan berbukit-bukit. Desa tersebut dibentuk tahun 1978, dengan luas mencapai 709 hektar. Sebagian besar warga adalah petani kebun dan pembuat gula aren.

Akibat penebangan pohon, desa yang berada di kaki Pasir Bentang dan Pasir Badak mengalami krisis air bersih seperti menyusutnya debit mata air, konflik horizontal petani yang berebut air, hingga ancaman bahaya tanah longsor. Permasalahan ini menggerakan 10 pemuda desa yang peduli dengan membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan "Mitra Alam Munggaran" dan mulai berbenah tahun 2002.

"Saya yang ditunjuk sebagai ketua kelompok,” kata Yana Noviadi (50), Kepala Desa Mandalamekar saat diskusi di Oemah Gedhe, Kalibagor, Selasa (17/1) siang.

Bapak berputra dua ini menambahkan, mereka memiliki komitmen bersama untuk melakukan penghijuan di hutan. Cara ini dilakukan dengan gotong-royong dan aturan yang disepakati bersama yakni dalam satu minggu ada dua hari kerja yakni hari menanam dan hari merawat.

“Dalam sehari tidak melakukan kerja, maka diganti di lain hari. Anggota kelompok juga harus kompak, jangan terpecah. Kami sampai harus camping di hutan untuk melakukan pekerjaan ini,” kata Kang Yana yang menjabat kepala desa dua periode (2007-2013 dan 2013-2018). Perlahan makin banyak warga yang terlibat dalam program penghijauan yang dilakukan Yana dkk.

Memanfaatkan IT

Kang Yana menceritakan, pertemuannya dengan Yossy Suparyo, penggiat kesejahteraan desa membuat dirinya melek komputer dan internet. Kepada hadirin di acara syukuran pindahan kantor Gedhe Foundation dari Sumampir ke Kalibagor, Selasa siang, ia mengaku Yossy-lah yang mengajarinya mengoperasikan komputer. Awalnya, sebagai warga di desa terpencil tak paham komputer, apalagi internet.

“Kami membuat radio komunitas dan pelatihan menulis berita untuk website dan blog. Sinyal di desa saat itu susah, jadi kalau upload harus ke tengah sawah dinihari, sekitar jam 02.00,” kata Yana.

Dikutip dari KOMPAS, perjuangan Yana dan warga desa tak sia-sia. Kini, empat air terjun, sembilan goa, dan 81 mata air berhasil dilestarikan. Lahan tidur seluas 81 hektare juga berhasil dihutankan.

Pengembangan teknologi informasi juga membawa perbaikan bagi pelayanan publik dan pemerintahan bersih. Pengawasan dan pelayanan publik bisa dilakukan secara online. Aplikasi serupa juga dilakukan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, serta Kulon Progo, Yogyakarta dengan nama Gerakan Desa Membangun yang pada 2017 ini berusia lima tahun.

“Dulu desa kami berpredikat tertinggal, 2016 kemarin sudah jadi Desa Berkembang, target 2020 jadi Desa Wisata dan tahun 2025 menjadi Desa Wisata,” kata Yana. (**)

Selasa, 17 Januari 2017

Kementerian BUMN Diajak Dampingi BUM Desa



DIRJEN Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Ahmad Erani Yustika, mengatakan pembentukan perusahaan induk BUM Desa akan dikaji kementerian BUMN. Diharapkan pada semester I tahun 2017, perusahaan induk sudah terbentuk.


"Kami dalam inisiasi agar setiap BUM Desa ada pendampingan. Kalau untuk modal saja sudah bisa diatasi dengan penyertaan modal dari Dana Desa atau sumber lain. Namun untuk peningkatan kapasitas BUM Desa itu bukan kemampuan kami untuk melakukannya. Perlu Kementerian BUMN," kata Erani seperti ditulis KOMPAS.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan BUM Desa perlu didorong agar berkembang, mengingat masih banyak BUM Desa yang belum berkembang.

"Agar BUM Desa dapat berkembang, kami akan membentuk perusahaan induk BUM Desa di tingkat nasional supaya tiap desa dapat pendampingan yang sama. Sekarang BUM Desa yang sukses kan punya sumber daya. Kalau yang tidak punya sumber daya, ya tidak," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo di Jakarta seperti ditulis KOMPAS.

Eko mengatakan, melalui pembentukan perusahaan induk BUM Desa, perusahaan induk akan ikut memiliki semacam kepemilikan atau saham dari BUM Desa. BUM Desa pun mendapatkan pendampingan dan peningkatan kapasitas yang seragam dari perusahaan induk. Jaringan BUM Desa juga akan memperluas ke seluruh Indonesia. (**)

Senin, 16 Januari 2017

Menteri Desa : Tahun Ini Holding BUM Desa Dibentuk



KEMENTERIAN Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Trasnmigrasi menginisiasi pembentukan perusahaan induk Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di tingkat nasional. Dengan demikian kapasitas BUM Desa dapat ditingkatkan dan jaringannya diperluas.
Menurut rencana, perusahaan induk atau holding BUM Desa dapat dibentuk tahun ini.

"Agar BUM Desa dapat berkembang, kami akan membentuk perusahaan induk BUM Desa di tingkat nasional supaya tiap desa dapat pendampingan yang sama. Sekarang BUM Desa yang sukses kan punya sumber daya. Kalau yang tidak punya sumber daya, ya tidak," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo di Jakarta seperti ditulis KOMPAS.

Eko mengatakan, melalui pembentukan perusahaan induk BUM Desa, perusahaan induk akan ikut memiliki semacam kepemilikan atau saham dari BUM Desa. BUM Desa pun mendapatkan pendampingan dan peningkatan kapasitas yang seragam dari perusahaan induk. Jaringan BUM Desa juga akan memperluas ke seluruh Indonesia.

Menurut Eko, BUM Desa berbeda dengan koperasi. BUM Desa dimiliki masyarakat desa, sedangkan koperasi dimiliki anggota. Karena itu, BUM Desa berpeluang bekerjasama dengan koperasi atau membentuk koperasi sesuai potensi desa.


"Misalnya ada 75.000 unit BU Desa di seluruh Indonesia, dan setiap BUM Desa punya 5 sampai dengan 10 koperasi di bawahnya, berarti ada ratusan ribu titik distribusi. Itu berarti BUM Desa tidak kesulitan mencari pemasok barang, melainkan justru dicari. (**)

Kamis, 05 Januari 2017

Dirjen PPMD : Dana Desa 2017 Diarahkan untuk Kegiatan Ekonomi dan Perkuat Kapasitas Warga



TAHUN ini, implementasi UU Desa menapaki tahun ketiga. Pada dua tahun berjalan, implementasi Dana Desa (DD) lebih diprioritaskan untuk pembangunan fisik di desa. Tahun ini diharapkan, penggunaan DD juga diperkuat untuk pemberdayaan masyarakat desa, diantaranya mendorong pembangunan kapasitas masyarakat desa.

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kemendesa dan PDT RI, Ahmad Erani Yustika seperti dikutip KOMPAS, (5/1/2017), menyebutkan penyerapan DD tahun 2016 mencapai 99,7 persen. Ini lebih tinggi dari penyerapan DD tahun 2015 mencapai 83 persen. Erani berharap, tahun 2017 penggunaan DD bisa diarahkan untuk kegiatan ekonomi dan membangun kapasitas warga.

"Ke depan yang paling pokok dalam pembangunan desa adalah membangun kapasitas warga. Dengan kapasitas warga, masyarakat bisa menciptakan banyak peluang pembangunan dan pemberdayaan," kata Erani dalam diskusi 'Refleksi Dua Tahun Implementasi UU Desa' di kantor KOMPAS Malang, Jawa Timur, Rabu (4/1).

Mendorong kapasitas masyarakat di antaranya menurut Erani dilakukan dengan memperkuat balai rakyat yang jadi pusat pembelanjaran mandiri di desa.

Disebutkan, dalam dua tahun implementasi UU Desa, sudah terbangun 50.000 kilometer jalan desa. Dibandingkan pembangunan jalan nasional sepanjang 2004-2014, pembangunan jalan desa lebih signifikan. Pada 2004, jalan nasional hanya 34.000 kilometer, sedangkan 2014 jalan nasional bertambah jadi 38.400 kilometer. Sementara itu, selama 2016, DD digunakan untuk membangun 628 embung. 

Rabu, 04 Januari 2017

Mengelola Penyertaan Modal BUM Desa dari Dana Desa



BADAN Usaha Milik Desa atau yang selanjutnya BUMDesa diharapkan menjadi asa atas berbagai masalah di desa. Keberadaan BUM Desa diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi desa sekaligus berkontribusi meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADesa). Mewujudkan harapan kemandirian desa lewat BUM Desa ini tak ringan mengingat banyak tantangan sekaligus peluang yang harus dimenangkan oleh pengelola BUM Desa.

Landasan hukum BUM Desa diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendesa PDT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa. Juga diatur dalam Permendesa PDT Nomor 22 Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017 yang menyebutkan soal penyertaan modal dalam BUM Desa.

Secara lokal, pengaturan BUM Desa di Kabupaten Banyumas diatur dalam Perda Nomor 18 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan BUM Desa. Dalam perda disebutkan, organisasi BUM Desa terpisah dari struktur Pemdes, namun menjadi milik Pemdes (bukan perorangan atau kelompok).

Telaah penulis, BUM Desa dapat dimaknai sebagai lembaga ekonomi desa yang dibentuk melalui perdes dengan maksud untuk mengoptimalkan potensi desa. Adapun modal BUM Desa ini berasal dari desa dan penyertaan modal dari masyarakat. Pada tahun ini, beberapa desa dampingan kami menambah besaran penyertaan modal. Ada yang Rp 100 juta, ada yang Rp 200 Juta. Namun ada punya yang tidak menambah modal, lantaran di desa tersebut belum terbentuk BUM Desa. Untuk desa-desa yang belum memiliki, kami dorong agar tahun ini bisa membentuk BUM Desa. Setidaknya ada 3 dari 12 desa di kecamatan dampingan yang belum memiliki BUM Desa.

Kemandirian Desa

Meski demikian, 9 BUM Desa yang sudah adapun belum sepenuhnya optimal. Masih butuh pendampingan dan dorongan penuh agar segera berjalan. Idealnya, BUM Desa mengelola potensi desa, dikembangkan agar memperoleh profit. Yang hasil keuntungannya ini dibagikan untuk desa, penambahan modal, serta pengelola. Masyarakat pun memperoleh keuntungan, baik langsung maupun secara tidak langsung dengan kehadiran BUM Desa. BUM Desa harus bisa mengelola perputaran uang tetap di desa dan merekrut tenaga kerja.

Harus diakui, sudah banyak BUM Desa, namun masih sedikit yang sukses. Meski demikian, tetap ada yang sukses! Cerita sukses BUM Desa inilah yang harus dikampanyekan, agar menginspirasi pengelola BUM Desa di wilayah lain untuk semangat. Kalau ada desa yang lain bisa, maka kamipun bisa mengelola BUM Desa. (Kisah sukses BUM Desa akan ditulis terpisah).

Bagi yang sudah mendapatkan penyertaan modal dari Dana Desa (DD) untuk BUM Desa apa sih yang harus dilakukan? Menurut hemat kami, ada beberapa langkah:

  1. Pastikan Perdes pendirian BUMDesa, AD/ART BUM Desa sudah dibaca dan dipahami oleh masing-masing pengurus.
  2. Rancang dan susunlah rencana kegiatan satu tahun tentang apa yang akan dikerjakan. Langkah ini dibuat teknis dengan perhitungan RAB. Hasilnya dalam satu tahun akan diketahui berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengelola unit usaha.
  3. Buat proyeksi keuntungan. Setelah membuat rencana teknis, gambaran keuntungan dari perputaran modal satu tahun bisa diketahui. Dengan proyeksi keuntungan, tentunya bagi hasil yang diatur dalam Perdes BUM Desa bisa direalisasikan.
  4. Kelola BUM Desa secara profesional dengan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berorientasi profit serta pelayanan bagi masyarakat desa.
Semoga dengan cara ini, modal BUM Desa baik dari pemdes, maupun dari masyarakat maupun pihak ketiga bisa dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Semoga.

SALAM MERDESA.

Catatan Awal Tahun Dana Desa 2017


BESARAN Dana Desa (DD) 2017 yang diterima oleh desa-desa di Indonesia meningkat. Pada tahun 2016 lalu, Pemerintah Pusat mengalokasikan DD dari APBN sebesar Rp 46,7 triliun untuk sebanyak 74.000 desa se-Indonesia. Tahun 2017 atau tahun ketiga implementasi UU Desa, besaranya meningkat menjadi Rp 60 triliun. Bila dirata-rata, penerimaan desa meningkat Rp 200 juta, dari Rp 600 juta per desa pada 2016 menjadi Rp 800 juta per desa pada 2017 ini.

Sebagai contoh, di Kabupaten Banyumas, desa yang mendapat alokasi tertinggi DD 2017 adalah Desa Watuagung, Kecamatan Tambak dengan nominal Rp 1,035 Miliar. Perbedaan pagu DD ini diantaranya ditentukan karena luas wilayah, jumlah penduduk, dan tingkat kemiskinan.
Anggaran DD ini menjadi salah satu pendapatan desa dari kelompok transfer.

Selain DD, masih ada pos dana transfer lain, yakni Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarannya rata-rata desa di Jawa Tengah menerima Rp 400 juta per desa pada 2016 lalu. Transfer DD dan ADD dari pemerintah ini menambah besar pos pendapatan desa dalam APBDesa yang rata-rata antara Rp 1-2 miliar. Belum lagi ditambah dengan pos pendapatan dari pendapatan asli desa (PAdes) dan pendapatan bagi hasil pajak-retribusi daerah untuk desa yang terus meningkat. Bila pengelolaan BUMDesa berhasil, maka besaran pos bagi hasil dari profit BUM Desa akan menambah kuat postur pendapatan dalam APBDesa.

Besarnya pendapatan dalam APBDes digunakan untuk penyelenggaraan empat bidang kewenangan pemerintahan desa, yakni penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam tulisan ini, saya ingin memfokuskan pada pengalokasian DD 2017 yang sesuai Permendesa dan PDT Nomor 22 Tahun 2016 diprioritaskan untuk Bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Desa.

Pada tulisan ini saya juga ingin mengoreksi tulisan Opini berjudul 'Resolusi Implementasi DD 2017' karya penulis Trisno Yulianto, Koordinator Forum Kajian dan Transparansi Anggaran Desa yang dimuat di koran Suara Merdeka, Jumat 30 Desember 2016. Menurut saya, ada beberapa hal yang perlu dikoreksi:

1. Penulis beranggapan bahwa penggunaan DD dan ADD sama-sama digunakan untuk membiayai 30 persen biaya penyelenggaraan pemerintahan desa. (paragraf 6).

Menurut hemat saya, penggunaan DD dan ADD sangat berbeda. DD sesuai Permendesa PDT Nomor 22 Tahun 2016 diprioritaskan untuk Bidang Pembangunan dan Bidang Pemberdayaan, sedangkan ADD digunakan untuk pembayaran siltap dan tunjangan, maupun pembiayaan lain terkait operasionaal pemerintahan desa.

2. Penulis mencampurkan penggunaan DD dan ADD untuk membiayai pembangunan fisik di desa dengan alasan indikator/tolok ukur capaian keberhasialan lebih terukur. (Paragraf 3)

Selain itu, penulis juga menyebutkan partisipasi masyarakatan dalam proses perencanaan dan pengawasan DD 2016 masih rendah dan kurang substansi. Misalnya dengan menyebut tidak efektifnya musdes dan musrenbandes yang seolah hanya bersifat formalitas dan terjadinya korupsi akibat lemahnya pengawasan dari masyarakat.

Penulis di antaranya membandingkan implementasi PNPM 2007-2014 dengan UU Desa yang menjadi dasar pemberlakukan DD.

Dalam tulisan tersebut saya juga bersepakat beberapa hal :

1. Perluanya penguatan peran pengawasan dari masyarakat dan lembaga desa untuk mencegah korupsi bersumber dari APBDesa.

2. Masyarakat dan lembaga desa didorong untuk aktif dalam proses perencanaan seperti sejak musdus usulan rencana kegiatan pemerintah (RKP) desa, penyusunan RKP Desa melalui wakil di tim ganjil, dan penetapan musdes dalam penetapan Perdes RKP dan APBDes melalui wakil-wakil masyarakat dalam BPD. Dalam hal ini peran BPD turut perlu diperkuat dengan mengerti dengan tugas dan fungsi BPD.

3. Pelaku pembangunan di desa peru menjadikan pengalaman pengelolaan DD dua tahun sebelumnya agar lebih optimal dalam mendorong pembangunan di desa. Diharapkan dengan cara ini, tujuan implementasi UU Desa agar desa lebih mandiri, sejahtera, dan demokrtais bisa bertahap tercapai. (**)