Entri Populer

Jumat, 18 November 2016

Ayo Kenali Modus Korupsi di Desa




SEDIKITNYA ada tiga modus penyalahgunaan APBDes, khususnya Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Apa saja?

Menurut Koordinator Kajian Transparansi Anggaran Desa (FORKATA) Magetan, Trisno Yulianto, praktik korupsi anggaran desa semakin meningkat seiring dengan membesarnya kucuran dana transfer pusat ke daerah (Kompas, 17 Nov 2016). Dana transfer dari pemerintah pusat yakni Dana Desa (DD) tahun 2016 sebesar Rp 46,7 Triliun untuk sebanyak 74.000 desa se-Indonesia.

Tiap desa rata-rata menerima kucuran DD Rp 650 juta pertahun. Sementara besaran ADD tiap provinsi berbeda. Di Jawa Tengah, besaran ADD bervariasi antara Rp 100 juta-Rp 400 juta per tahun. Masyarakat perlu melek anggaran desa untuk ikut mengawasi pembangunan di desa.

Menurut Trisno, ada tiga modus penyalahgunaan APBDes, khususnya DD dan ADD. Apa saja modusnya? Ayo kenali.

1. Pemangkasan anggaran publik untuk kepentingan perangkat pemerintahan desa. Anggaran publik yang dipangkas adalah anggaran dalam APBDes yang peruntukannya untuk mata anggaran Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa. Pemangkasan anggaran tak sesuai skema APBDes atau mengabaikan RPJMDesa.

2. Penjarahan anggaran operasional pemerintahan desa. Biasanya dilakukan oleh oknum kepala desa. Kepala desa yang dalam aturan Permendagri No. 113/2015 diposisikan sebagai pemegang kuasa pengelolaan keuangan desa dengan sewenang-wenang menggunakan anggaran yang peruntukkannya untuk kepentingan membiayai administrasi program pemerintahan desa untuk kepentingan memperkaya diri. Sebagai catatan,  untuk operasional pemerintah desa (termasuk untuk SILTAP/penghasilan tetap kades dan perangkat desa) prosentasenya cukup besar, yakni 30 persen dari DD dan ADD.

3. Permainan proyek anggaran kegiatan. Aktor perilaku korupsi dan penyimpangan APBDes mempermainkan proyek kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Fisik di desa. Modus yang digunakan : mengurangi volume anggaran untuk butir-butir kegiatan, atau melakukan efisiensi dalam plafon anggaran yang tak sesuai perencanaan yang tertuang dalam APBDes atau RKPDes.

Setelah tahu ketiga modus di atas, lalu apa?

Menurut saya, masyarakat desa dan pemerhati/pihak ketiga perlu ikut mengawasi dan memastikan implementasi DD dan ADD tepat sasaran.
Pertama, masyarakat perlu berpartisipasi sejak dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan cara ini, masyarakat menjadi melek anggaran Kedua, perlu penguatan peran kelembagaan desa untuk ikut dalam pemberdayaan dan pembangunan desa. Ketiga, dari unsur pemerintah desa perlu mendorong proses pembangunan desa yang adil, transparan, dan demokratis.

Semoga, dengan ketiga cara ini, penyimpangan atau korupsi di desa dapat dicegah. (**)

SALAM MERDESA

Tidak ada komentar: