Bapak berputra dua ini buta huruf. Tak bisa membaca dan menulis. Tanda
tangan pun sebatas coretan uwer-uwer. Tapi menghitung dan mengenali uang
dia jago. Perlu didorong agar melek aksara.
SAYA sengaja tak menyebut identitasnya disini. Mari, sebut saja nama pria
gemuk ini dengan nama Pak Sudi, usia sekitar 50an tahun. Rumah orang ini
bersebelahan dengan Taman Baca Masyarakat (TBM) Bawor di RT 05 RW 07
Bancarkembar, Kecamatan Purwokerto Utara. Untuk biaya hidup, pak Sudi yang tuna
aksara ini memilih berjualan makanan. Pernah jualan bakso, es degan, cilok
keliling, dan saat ini berjualan tahu kupat keliling.
Setiap sore dia berangkat berjualan. Pulang malam, sekitar pukul 22.00 WIB. Uang digunakan untuk menghidupi istri dan anak bungsunya. Termasuk orang gigih bekerja. Pernah satu hari rombongan warga RT mengadakan plesiran ke pantai di Jawa Barat, dia memilih tidak ikut karena eman-eman kehilangan pemasukan harian.
"Aku blas ora bisa maca. Nulis juga ora bisa. (Saya tidak
bisa membaca dan menulis sama sekali)," katanya.
Rupanya Pak Sudi ini tak tuntas sekolah dasar. Dia drop out karena
alasan ekonomi keluarga.
Ini berbeda dengan kondisi sekarang. Pemerintah
mengeluarkan berbagai program untuk mendukung Program Wajib Belajar 9 Tahun.
Misalnya program Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Jadi kalau saat ini ada murid putus sekolah di jenjang SD dan SMP dengan alasan
tidak ada biaya jadi terdengar naif. Barangkali itu karena lemahnya dorongan
orangtua dan lingkungan serta semangat belajar yang redup.
Perlu Perhatian
Fenomena buta aksara seperti yang dialami Pak Sudi ini harus menjadi
perhatian. Jumlah buta aksara di Kabupaten Banyumas diperkirakan banyak dan
tersebar di pelosok desa. Setidaknya saya punya pengalaman mengikuti program
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Pemberantasan Buta Aksara (PBA) tahun 2007 lalu di
Desa Singasari, Kecamatan Karanglewas, Banyumas. Di satu grumbul beberapa orang
sepuh tak bisa membaca dan menulis. Selama 45 hari, dilakukan pembelajaran dasar pengenalan huruf dan menulis. Mereka masih mau belajar. Lalu
bagaimana dengan Pak Sudi, apa masih mau belajar?
"Aku wes tua, arep latihan nulis karo maca wes isin. Tapi aku
ngerti nek ngitung duit. (Saya sudah tua, mau latihan menulis dan membaca
sudah malu. Tapi kalau menghitung uang aku ngerti," katanya.
Saya sempat menawari untuk mengajari mengenal angka dan huruf, namun ada keengganan yang disampaikan. Meski demikian, andaikata ada rangsangan lain semoga orang-orang seperti dia mau belajar. Kuncinya asal tidak malu dan ada semangat!!
Apa di sekitar tempat tinggal Anda masih ada yang buta huruf..?? (**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar