Apakah Dana Desa yang ratusan juta rupiah tiap desa itu bermanfaat bagi wong cilik di desa? Kira-kira itu yang ingin saya tulis.
KEMISKINAN dan kesenjangan sosial di desa diharapkan
terkikis. Kehadiran Pendamping Desa dituntut tak sekadar mengawal dana desa
semata, tapi bisa memberi sentuhan pembangunan di desa. Pendamping desa
dituntut peka dan jeli melakukan rekayasa sosial khususnya pada kelompok
termarginal.
Hal ini juga diamanatkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa yang mengamatkan agar pembangunan desa menyentuh kelompok termarginal. Pemerintah Desa tidak bolah lalai. Pastikan
ada usulan kegiatan yang didanai dana desa mewakili kelompok marginal desa.
Bila selama ini, kelompok terpinggirkan ini tak tersentuh pembangunan, maka
lewat UU Desa kesenjangan untuk pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan bisa
terpenuhi. Negara ingin membangun dari pinggiran.
Apa contoh kelompok termarginal di desa?
Barangkali kita mengamati, di desa ada kelompok yang selama
ini jarang atau dibatasi mengakses kebutuhan dasarnya : pendidikan, pelayanan
kesehatan, keamanan, dan pengakuan. Masuk dalam kelompok ini misalnya,
penyandang disabilitas, kelompok perempuan/ibu rumah tangga, kelompok miskin,
remaja putus sekolah, warga butuh huruf, kelompok pengangguran dan lainnya.
Selama ini, barangkali mereka tidak pernah dilibatkan dalam
proses perencanaan dan pembangunan. Jangankan dilibatkan, diundang dalam
musyawarah desa (musdes) pun tidak. Ini saatnya, pendamping desa untuk bisa
menyentuh kelompok termarginal untuk aktif dalam kegiatan pembangunan desa.
Karena itu, UU Desa patut penulis sebut pro poor atau pro kemiskinan :
mendukung upaya pengentasan kemiskinan dengan melibatkan dalam pembangunan
desa.
“Pendamping Desa dituntut peka dan jeli membaca kondisi
sosial di desa. Harus mampu melakukan inklusi sosial atau rekayasa sosial,”
kata Sunarlan, Tenaga Ahli Kabupaten Grobogan yang menjadi pemateri Inklusi
Sosial di kelas kami.
Tindakan konkret yang dapat dilakukan seorang pendamping
desa antaralain dengan melibatkan perwakilan kelompok marginal desa dalam
proses Musdes, memastikan usulan atau aspirasi pembangunan untuk kelompok
marginal masuk dalam prioritas pembangunan, menciptakan program/kegiatan yang
dapat memberdayakan kelompok marginal, dan bentuk rekayasa sosial lain.
“Harapannya mereka jadi lebih berdaya,” kata Sumirat Cahyo,
Tenaga Ahli dari Kabupaten Rembang yang juga menjadi pemateri.
Dengan adanya campur tangan Pendamping Desa diharapkan
pembangunan dapat lebih merata. Masyarakat marginal juga mendapat tempat dan
akses yang sama dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih jauh, kelompok marginal
bisa berdaya yang diharapkan memutus kesenjangan dan rantai kemiskinan. Bentuk
inklusi sosial lewat UU Desa juga mencerminkan kehadiran Negara untuk ‘ngawuli
wong cilik’ yang ada di desa. Dan, Pendamping Desa adalah representasi dari
kehadiran Negara di desa. (**)
SALAM MERDESA
*tulisan ini saya endapkan dari sesi Pratugas Pendamping Desa Jateng 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar